Hari itu, Jumat pagi waktu Amerika hampir setahun yang lalu. Seperti biasa, kantor-kantor mulai membuka pintunya, komputer menyala, dan sistem-sistem TI memulai rutinitasnya. Namun ada yang aneh. Layar komputer di banyak perusahaan tidak menunjukkan login screen—melainkan layar hitam. Di bandara, petugas tidak bisa mengakses sistem boarding. Di rumah sakit, perangkat medis gagal terhubung ke jaringan. Di toko ritel, kasir tidak bisa memproses transaksi. Amerika Serikat sedang mengalami disruption, bukan karena serangan siber dari luar, tapi dari dalam: dari CrowdStrike update failure.
CrowdStrike, perusahaan keamanan siber yang selama ini menjadi penjaga garda depan terhadap ancaman digital, tiba-tiba menjadi sumber masalah. Pembaruan perangkat lunaknya pada agen Microsoft Windows merusak sistem operasi. Akibatnya, ribuan perangkat crash. Bahkan beberapa maskapai membatalkan penerbangan. Kantor pemerintahan tertunda operasionalnya. Dampaknya terasa dari lantai bursa hingga dapur rumah sakit. Dunia digital menunjukkan betapa rentannya kita terhadap satu titik kegagalan.
CrowdStrike dan Momen Kebenaran ERM
Dalam kacamata Enterprise Risk Management (ERM), ini adalah momen kebenaran—di mana risiko-risiko yang sebelumnya hanya ada dalam matriks risiko kategori low probability – high impact, kini menjadi nyata. Selama ini, insiden seperti ini sering dikategorikan sebagai emerging risk—risiko baru atau risiko lama dengan dimensi baru akibat kompleksitas teknologi.
CrowdStrike update failure menunjukkan dengan sangat jelas bagaimana risiko teknologi dapat memiliki efek domino luar biasa. Perusahaan yang tidak memiliki business continuity plan (BCP) yang kuat harus menghentikan operasi sepenuhnya. Yang memiliki cadangan sistem tetap terguncang, tapi mampu pulih lebih cepat.
Di Balik Layar Hitam: Apa yang Salah?
Secara teknis, insiden ini disebabkan oleh pembaruan rusak (faulty update) dari CrowdStrike Falcon Sensor untuk sistem Windows. Banyak organisasi mengandalkan solusi ini karena rekam jejak CrowdStrike yang kuat dalam mencegah ransomware dan serangan canggih. Namun pembaruan ini malah mengakibatkan sistem gagal booting.
Sebagian besar organisasi tidak menyadari bahwa risiko vendor dependency bisa muncul bukan hanya saat vendor down, tetapi juga saat mereka melakukan kesalahan dalam sistem yang sangat terintegrasi dengan operasional harian.
Bagaimana Teknologi Bisa Menjadi Solusi?
Membangun Ketahanan Digital
Krisis CrowdStrike bukan hanya tentang kegagalan teknis. Ini adalah pelajaran bahwa dalam dunia yang saling terkoneksi, satu kesalahan kecil bisa menciptakan badai global. Bagi praktisi manajemen risiko, ini adalah panggilan untuk tidak lagi menganggap emerging risk sebagai sesuatu yang jauh di depan. Risiko itu sudah hadir, nyata, dan menghantam dengan cara yang tidak terduga.
Kini, saatnya organisasi berpindah dari reactive risk management menuju resilient risk culture—budaya di mana teknologi bukan hanya sumber risiko, tapi juga senjata utama untuk menghadapinya.
Written by Deden Wahyudianto